Abstract
Frugal Innovations that have been
rapidly developing in India, have received
widespread attention both in developing countries as well as in developed countries. It is perceived as offering possible solution for low-income people in the bottom of the pyramid in developing countries. Frugal innovation is a low-priced product or process innovation created in the middle of resourcescarcity and institutional shortcomings. This paper investigates the rapidlygrowing literature
on frugal innovation to answer the questions of what does
frugal
innovation actually mean? In what contects and how it most likely will develop? Who have been developing frugal innovation?
What kind of
capability requirements are needed in order to be able to create frugal
innovation? And how the government can foster its development?
Lierature investigation
is carried out through Institutional Economic
perspective based on critical realism paradigm. It particularly
views the emergence of frugal
innovation as a
social phenomena within a socio-economic system. The social system is perceived as a structurized and
stratified system in which frugal innovation
is perceived as happening at the
observed and experienced empirical level of the social system. To understand the emergence of frugal innovation one need to understand the structure and the mechanism at a deeper level than the empirical level. The investigation concludes that frugal innovations are specific innovations that require the existance of
particular institutional arrangement and cultural environment. It
requires three preconditions:
the
existance of enterpreneurs, technological capability and effective demand from the people at the bottom of the pyramid. This undertanding is very important for the government
of developing
countries if they
are
to
foster
frugal innovation
development in
their countries.

Inovasi frugal yang banyak berkembang di India, kini telah mendapat
perhatian
luas baik di negara berkembang maupun di
negara
maju. Ia diyakini
dapat
menawarkan solusi bagi masalah yang
dihadapi oleh
masyarakat lapisan bawah berdaya beli rendah di negara-negara
berkembang. Inovasi frugal adalah inovasi proses atau produk yang mampu memberikan solusi masalah dengan harga terjangkau di tengah-tengah keterbatasan sumber daya dan keterbatasan institusional. Ia dapat terjadi di area irisan antara inovasi
teknologi, institusional dan sosial.
Makalah ini mengkaji literatur yang telah
berkembang saat ini untuk menjawab pertanyaan apa sebetulnya yang
dimaksud dengan inovasi frugal? Dalam konteks apa dan Bagaimana ia dapat
berkembang? Siapa yang telah banyak mengembangkan
inovasi frugal? Persyaratan kemampuan apa yang diperlukan untuk dapat mengembangkan
inovasi frugal? Dan bagaimana pemerintah
dapat mendorong
perkembangan inovasi frugal?
Kajian terhadap literatur dilakukan dengan menggunakan perspektif Ekonomi
Institusional berparadigma ontologis realisme kritis yang memandang
fenomena
kemunculan inovasi
frugal sebagai sebuah fenomena sosial ekonomi dalam sebuah sistem sosial ekonomi. Sistem sosial dipandang
sebagai sesuatu yang terstruktur dan terstratifikasi di mana fenomena inovasi frugal dilihat sebagai fenomena yang terjadi pada strata empirik teramati dan teralami.
Untuk
dapat
menjelaskan kemunculan fenomena inovasi
frugal, analisis perlu
dilakukan untuk memahami struktur
dan
mekanisme pada strata yang lebih dalam daripada strata empirik. Hasil
kajian menyimpulkan bahwa
inovasi frugal adalah inovasi khas yang menuntut ketersediaan
aransemen institusional
tertentu serta
budaya dan
lingkungan tertentu. Terdapat
tiga pra-kondisi utama: wirausahawan, kemampuan
teknologi dan permintaan
efektif dari masyarakat lapis bawah. Pemahaman
akan hal ini sangat
diperlukan jika negara berkembang
seperti Indonesia ingin mengembangkan
inovasi frugal.
Kata kunci: Inovasi Frugal, Ekonomi Institusional, Realisme Kritis, Tata Nano
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Inovasi frugal di negara
seperti India dan
China sudah menjadi fenomena yang
tidak bisa diabaikan. Inovasi masa depan
akan
banyak diwarnai dengan inovasi frugal. Namun inovasi
frugal menuntut struktur dan kondisi ekonomi sosial tertentu. Tiga komponen utama dari
struktur yang mendorong inovasi frugal adalah peningkatan kemampuan
teknologi, kewirausahaan dan
peningkatan permintaan efektif.
Semuanya
berawal
dari keterbukaan
ekonomi nasional dan upaya integrasinya
ke dalam ekonomi global. Keterbukaan ekonomi secara
strategis
memungkinkan
peningkatan kemampuan
teknologi dengan memanfaatkan
arus
masuk investasi langsung dalam
proses
pembelajaran teknologi.
Kemampuan teknologi yang
meningkat dikombinasikan dengan
kewirausahaan
schumpeterian dan permintaan
efektif
dari masyarakat lapisan
bawah, mendorong pengembangan produk-produk inovasi
frugal oleh
para
wirausahawan di
perusahaan-perusahaan domestik.
Jika
melihat
proses yang demikian, lantas apa peran pemerintah? Salah satu peran utama
pemerintah adalah mendorong dan mendukung
proses pembelajaran teknologi di perusahaan domestik.
Hal
ini berkenaan dengan
kebijakan
industri nasional yang
terkandung di
dalamnya kebijakan
iptek. Bagaimana pemerintah mendorong peningkatan kemampuan teknologi
melalui proses pembelajaran teknologi?
Makalah ini tentunya tidak dimaksudkan
untuk membahas hal ini. Cukup bagi makalah ini untuk menunjukkan betapa pentingnya
pembelajaran teknologi di
perusahaan domestik
bagi
pengembangan inovasi frugal. Mengenai
bagaimana pemerintah melalui
kebijakan industri mengembangkan kemampuan
teknologi
perusahaan domestik
telah banyak dikaji dalam
berbagai literatur. Salah
satu pesan utama dari literatur ini adalah bahwasanya bagi negara
berkembang, strategi
pengembangan kemampuan teknologi
di industri domestik
adalah: Linkage, Leverage dan
Learning (Mathews,
2006). Linkage: terhubung dengan rantai nilai global; Leverage: memanfaatkan linkage
bagi
pertumbuhan ekonomi termasuk untuk
learning; Learning: belajar untuk
meningkatkan kemampuan
teknologi
atau
yang sering disebut pembelajaran teknologi. Dalam
kaitan ini, perlu
ditekankan bahwa kebijakan pengembangan iptek, perlu
diarahkan pada membantu perusahaan untuk mengembangkan
kemampuan teknologi, di samping
tentu saja pengembangan
iptek itu sendiri.
Peran utama kedua yang pemerintah
perlu
ambil adalah menumbuhkembangkan kewirausahaan dan terus menerus mendorong
jumlah wirausahawan yang bersifat
Schumpeterian. Yakni
wirausahawan yang mampu menggunakan pengetahuan secara
sistematik dalam
proses produksi dan bisnisnya. Hal ini dapat ditempuh
melalui berbagai kebijakan, termasuk di dalamnya kebijakan
pendidikan, terutama
pendidikan
tinggi.
Melihat kondisi Indonesia sekarang, tampaknya pemerintah masih perlu terus bekerja
keras
mengembangkan kebijakan industri yang
terintegrasi dengan kebijakan inovasi dan iptek, serta
perguruan tinggi. Harmonisasi dan
integrasi antar arena kebijakan ini mutlak diperlukan, jika Indonesia ingin melihat tumbuh kembangnya inovasi frugal.